Senin, 06 Mei 2013

KUMPULAN PUISI CINTA JALALUDIN RUMI

KERANA CINTA
Kerana cinta duri menjadi mawar
kerana cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Kerana cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta tompokan debu kelihatan seperti taman
Kerana cinta api yang berkobar-kobar
Jadi cahaya yang menyenangkan
Kerana cinta syaitan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta batu yang keras
menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta duka menjadi riang gembira
Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Kerana cinta sakit jadi sihat
Kerana cinta amarah berubah
menjadi keramah-ramahan

KEARIFAN CINTA
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang

CINTA
“Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan,
Saya mencintainya dan Saya mengaguminya,
Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya.
Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya,
Kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai,
Dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta
yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan
dia dan mereka adalah dia.Ini adalah sebuah rahasia
Jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.

CINTA : LAUTAN TAK BERTEPI
Cinta adalah lautan tak bertepi
langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.

PERIH CINTA
Perih Cinta inilah yang membuka tabir hasrat pencinta:
Tiada penyakit yang dapat menyamai dukacita hati ini.
Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah dari jamur langit ataupun jamur bumi,
Cintalah yang membimbing kita ke Sana pada akhirnya.
Akal ’kan sia-sia bahkan menggelepar ’tuk menerangkan Cinta,
Bagai keledai dalam lumpur: Cinta adalah sang penerang Cinta itu sendiri.
Bukankah matahari yang menyatakan dirinya matahari?
Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.

PERNYATAAN CINTA
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?
Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai unta memahah biak makanannya,
Dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah,
Aku menanti tanda musim semi.
Hingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.

TANPA CINTA, SEGALANYA TAK BERNILAI
Jika engkau bukan seorang pencinta,
maka jangan pandang hidupmu adalah hidup
Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan
dihitung Pada Hari Perhitungan nanti
Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta,
akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit
dan terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari
Mereka merupakan bintang-bintang di langit
agama yang dikirim dari langit ke bumi
Demikian pentingnya Penyatuan dengan Allah
dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting
dalam zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan
Lihatlah pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan sekumpulan kebahagiaan
Tetapi wahai bunga ungu, mengapakah engkau larut dalam kepedihan ?
Sang lili berbisik pada kuncup : “Matamu yang menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati
adalah melalui Kerendahan Hati.
Hingga dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah Aku ini Rabbmu ?”

By: Jalaludin Rumi

Rabu, 25 Juli 2012

Grande Mosquee De Paris, Masjid Terbesar di Prancis & Saksi PD II

Siapa yang tidak kenal Kota Paris di Prancis. Kota romantis penuh keeksotisan karena keberadaan menara Eiffel yang tinggi menjulang. Tapi, siapa yang tahu bangunan masjid pertama yang berdiri tegak di negara ini. Ini dia, Grande Mosquee De Paris atau biasa disebut masjid agung Paris.
Grande Mosquee De Paris adalah masjid dengan dinding murni putih dan hijau-biru serta bentuk atapnya seperti menara. Bersejarah, karena masjid ini terbesar ketiga di Eropa dan menjadi masjid pertama yang dibangun di Prancis. Terletak di Arondisemen Place du Puits de l’Ermite, tepat dijantung kota Paris. Kemegahan masjid ini tak kalah indahnya dengan menara Eiffel.
Sebagaimana dilansir Islamcity.com, sejarah awal dibangunnya masjid ini adalah untuk menghormati masyarakat Arab-Prancis yang bertempur pada perang dunia I, terutama bagi mereka yang tewas dalam peperangan Verdun tahun 1916. Masjid yang terbuat dari beton dengan mozaik ajaib ini dibangun pada tahun 1920 dan diresmikan pada tanggal 15 Juli 1926 oleh Presiden Gaston Doumergue, kemudian dipimpin doa bersama sebagai tanda peresmian oleh Ahmad al-Alawi (1869-1934), seorang pendiri Aljazair.
Selama Perang Dunia II, masjid ini menjadi tempat persembunyian rahasia bagi korban aniaya. Dahulu masjid ini disediakan untuk tempat tinggal, tempat yang aman untuk anak-anak Muslim dan Yahudi. Masjid ini memiliki peran sosial penting bagi umat Islam Eropa.
Namun demikian, menurut Institut Registri Dunia Arab, dari 4 juta warga muslim yang tinggal di Prancis, dan sekitar 121 masjid yang ada, banyak masjid yang tidak lebih hanya dijadikan tempat parkir dan bangunan kosong saja. Masjid inilah yang kaya akan sejarah keislaman dan sering digunakan untuk beribadah.
Ada satu yang menjadi daya tarik dari masjid ini selain menikmati arsitektur yang unik dan belajar banyak tentang sejarah Islam, yakni selama musim dingin ada pemandian Turki marmer. Jadwalnya bagi laki-laki pada hari selasa dan minggu, sedangkan waktu kosong selain itu untuk wanita.

Hikayat Ketika Abu Nawas Berdoa Minta Jodoh

Ada saja cara Abu Nawas berdoa agar dirinya mendapatkan jodoh dan menikah. Karena kecerdasan dan semangat dalam dirinya, akhirnya Abu Nawas mendapatkan istri yang cantik dan shalihah.
Sehebat apapun kecerdasan Abu Nawas, ia tetaplah manusia biasa. Kala masih bujangan, seperti pemuda lainnya, ia juga ingin segera mendapatkan jodoh lalu menikah dan memiliki sebuah keluarga.
Pada suatu ketika ia sangat tergila-gila pada seorang wanita. Wanita itu sungguh cantik, pintar serta termasuk wanita yang ahli ibadah. Abu Nawas berkeinginan untuk memperistri wanita salihah itu. Karena cintanya begitu membara, ia pun berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT.
“Ya Allah, jika memang gadis itu baik untuk saya, dekatkanlah kepadaku. Tetapi jika memang menurutmu ia tidak baik buatku, tolong Ya Allah, sekali lagi tolong pertimbangkan lagi ya Allah,” ucap doanya dengan menyebut nama gadis itu dan terkesan memaksa kehendak Allah.
Abu Nawas melakukan doa itu setiap selesai shalat lima waktu. Selama berbulan-bulan ia menunggu tanda-tanda dikabulkan doanya. Berjalan lebih 3 bulan, Abu Nawas merasa doanya tak dikabulkan Allah. Ia pun introspeksi diri.
“Mungkin Allah tak mengabulkan doaku karena aku kurang pasrah atas pilihan jodohku,” katanya dalam hati.
Kemudian Abu Nawas pun bermunajat lagi. Tapi kali ini ganti strategi, doa itu tidak diembel-embeli spesifik pakai nama si gadis, apalagi berani “maksa” kepada Allah seperti doa sebelumnya.
“Ya Allah berikanlah istri yang terbaik untukku,” begitu bunyi doanya.
Berbulan-bulan ia terus memohon kepada Allah, namun Allah tak juga mendekatkan Abu Nawas dengan gadis pujaannya. Bahkan Allah juga tidak mempertemukan Abu Nawas dengan wanita yang mau diperistri. Lama-lama ia mulai khawatir juga. Takut menjadi bujangan tua yang lapuk dimakan usia. Ia pun memutar otak lagi bagaimana caranya berdoa dan bisa cepat terkabul.
Abu Nawas memang cerdas. Tak kehabisan akal, ia pun merasa perlu sedikit “diplomatis” dengan Allah. Ia pun mengubah doanya.
“Ya Allah, kini aku tidak minta lagi untuk diriku. Aku hanya minta wanita sebagai menantu Ibuku yang sudah tua dan sangat aku cintai Ya Allah. Sekali lagi bukan untukku Ya Tuhan. Maka, berikanlah ia menantu,” begitu doa Abu Nawas.
Barangkali karena keikhlasan dan “keluguan” Abu Nawas tersebut, Allah pun menjawab doanya.
Akhirnya Allah menakdirkan wanita cantik dan salihah itu menjadi istri Abu Nawas. Abu Nawas bersyukur sekali bisa mempersunting gadis pujaannya. Keluarganya pun berjalan mawaddah warahmah.
(detik.com)

Al-Malikah, Kisah Pelacur yang Menjadi Ahli Surga

Suatu ketika di suatu negeri, hiduplah seoarang wanita bernama Al-Malikah. Dia adalah wanita tunasusila keturunan Bani Israil. Al-Malikah dikenal di negerinya sebagai pelacur kelas atas. Bayaran yang ia peroleh juga cukup tinggi.
Kecantikannya sangat terkenal sehingga banyak pemuda yang menyukainya. Tidak terkecuali seorang pemuda bernama Abid. Abid sebenarnya pemuda miskin yang taat ibadah. Namun kepopuleran paras cantik Al-Malikah di seantero negeri rupanya telah menggoda keimanan sang pemuda untuk mencoba menikmati kecantikan Al-Malikah.
Sayangnya untuk bisa bertemu Al-Malikah, Abid harus mengeluarkan biaya sebesar 100 dinar. Karena besarnya uang bayaran itu, Abid harus bekerja sekuat tenaga untuk mengumpulkan uang. Dia ingin bertemu dengan ‘pujaan’ hatinya. Setelah uang terkumpul, datanglah Abid menemui Al-Malikah.
Namun sesuatu yang mengejutkan terjadi. Ketika Abid telah berada di hadapan Al-Malikah, tiba-tiba tubuhnya menjadi gemetar. Keringat bercucuran keluar dari sekujur tubuhnya. Yang terjadi, sang pemuda justru ingin lari dari tempat itu. Al-Malikah malah menjadi heran dengan tingkah Abid yang mendadak berubah.
Ketika Al-Malikah sudah berada di depannya, Abid justru teringat akan Rab-nya. “Aku takut kepada Allah, bagaimana aku mempertanggungjawabkan perbuatan maksiatku nanti,” kata Abid.
Ucapan Abid yang spontan malah membuat Al-Malikah terkejut. Entah bagaimana, ucapan Abid seakan menjadi wasilah yang memberi kesadaran kepada Al-Malikah. Di luar dugaan, hati Al-Malikah tersentuh oleh ucapan Abid yang polos itu.
Abid pun lantas pergi menjauh meninggalkan Al-Malikah. Kakinya langsung berjalan seribu langkah. Namun tanpa diduga, belum jauh Abid meninggalkan tempat itu, Al-Malikah mengejar dan menghentikan langkah Abid. Al-Malikah mencegah Abid. Tapi bukan untuk memaksa Abid untuk berzina. Yang dilakukan Al-Malikah justru meminta Abid menikahinya. Perempuan itu tiba-tiba menangis di depan Abid, sambil memohon-mohon. Tentu saja kini giliran tingkah Al-Malikah yang membuat heran Abid.
Bahkan dengan nada mengancam, Al-Malikah tidak akan melepaskan langkah Abid sebelum pemuda itu benar-benar berjanji menikahinya. Namun usaha Al-Malikah sia-sia. Abid berhasil menjauh hingga menghilang dari pandangan Al-Malikah.
Keteguhan iman sang pemuda rupanya telah menawan hati Al-Malikah. Kata-kata keimanan yang keluar dari mulut Abid benar-benar telah membuka hati, mata dan pikiran sang wanita. Usai pertemuan yang awalnya untuk bertransaksi maksiat kepada Allah itu, Al-Malikah bertekad untuk memperbaiki diri dan segera keluar ‘lembah hitam’ pekerjaannya. Tujuannya tak lain, menyempurnakan benih iman yang mulai tumbuh karena disiram ucapan sang pemuda. Dia pun mencari sang pemuda hingga ke pelosok.
Bertahun-tahun Al-Malikah berjalan keluar masuk kampung hanya untuk mencari sosok pemuda teguh iman yang pernah ditemuinya itu. Namun usaha yang dilakukan Al-Malikah kandas. Abid mengetahui jika sang wanita pelacur mencari-cari dirinya. Karena ketakutannya kepada Allah, maka Abid selalu menghindar dan bersembunyi. Karena ketakutannya yang luar biasa kepada Tuhannya itu, hingga membuat Abid pingsan lalu meninggal.
Kabar meninggalnya Abid ini rupanya sampai juga ke telinga Al-Malikah. Tentu saja kabar itu membuat Al-Malikah syok dan bersedih. Usahanya untuk dapat bersuamikan lelaki saleh harus kandas, sementara benih iman di hatinya baru saja tumbuh.
Al-Malikah lalu bergegas ke rumah tempat disemayamkannya Abid untuk bertakziyah. Tekadnya sudah bulat, memperbaiki diri dan keimanannya. Karena tekadnya itu, Al-Malikah lalu berniat menikahi saudara Abid. Dalam pandangannya, jika ucapan dan perilaku Abid dapat mempengaruhi dirinya, apalagi terhadap saudaranya yang lebih dekat itu. Pastilah, menurut Al-Malikah, saudara Abid juga memiliki keteguhan iman yang tak kalah kokohnya dengan Abid.
Ternyata saudara Abid menerima permintaan dari sang wanita paras cantik ini. Keduanya pun menikah, meskipun sebenarnya Al-Malikah tahu jika baik Abid maupun saudaranya adalah pemuda miskin. Bagi Al-Malikah yang sudah bertekad kuat, hal itu bukan penghalang. Iman di hati yang telah disiram Abid kini menjadi kekayaannya yang baru. Karena kekayan iman baginya lebih besar dari sekadar kekayaan duniawi.
Al-Malikah lalu hidup berbahagia dengan lelaki saleh, saudara Abid. Dikabarkan, Al-Malikah menjadi salah satu perempuan bani Israil calon penghuni surga.
(Dari berbagai sumber : detik.com)

Kalau Kamu Tidak Bisa Bertemu Denganku Maka Temuilah Abu Bakar!

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
‘Abbad bin Musa menuturkan kepada saya. Dia berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ayahku mengabarkan kepadaku dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya, bahwa ada seorang perempuan yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang suatu perkara. Maka beliau menyuruh agar perempuan itu kembali lagi untuk menemuinya. Maka perempuan itu mengatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika saya datang tapi tidak bertemu dengan Anda?”. Ayahku -Jubair bin Muth’im- mengatakan, “Seolah-olah perempuan itu memaksudkan kematian.” Maka beliau (Nabi) menjawab, “Kalau kamu tidak bisa bertemu denganku maka temuilah Abu Bakar!”. (HR. Muslim dalam Kitab Fadha’il as-Shahabah, hadits no. 2386)
Hadits yang agung ini menyimpan banyak pelajaran, di antaranya :
  1. Muhammad bin Jubair bin Muth’im meriwayatkan hadits ini dari ayahnya yaitu Jubair bin Muth’im radhiyallahu’anhu. Hal ini biasa disebut dalam istilah ilmu hadits dengan ‘riwayatul abna’ ‘anil abaa” yaitu periwayatan anak dari ayahnya. Dan hal ini juga menunjukkan pentingnya pendidikan islam bagi anak-anak dan mengajarkan kepada mereka Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Hadits ini juga menunjukkan kepada kita hendaknya kita mengembalikan segala urusan kepada ahlinya. Sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita untuk bertanya kepada ulama jika tidak mengetahui suatu perkara
  3. Hadits  ini juga menunjukkan bahwa  suara perempuan bukanlah aurat.
  4. Hadits ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran seorang mufti  dan  ahli ilmu yang mendalami ilmu din.
  5. Hadits ini juga menunjukkan sopan santun para sahabat ketika berbicara kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menyebut beliau tidak dengan memanggil namanya langsung tapi dengan menyebut  sebagai “Rasulullah”.
  6. Hadits  ini mengandung isyarat yang sangat kuat  mengenai keberhakan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu’anhu untuk diangkat sebagai khalifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam wafat nantinya.
  7. Hadits ini menunjukkan bahwa  Abu Bakar  adalah orang yang paling dalam ilmunya setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  8. Hadits  ini juga menunjukkan bahwa  hendaknya ilmu itu yang ‘didatangi’ bukan  yang ‘mendatangi’.
  9. Dan faidah lainnya yang belum saya ketahui, wallahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
sumber : muslim.or.id

Pelajaran Berharga Dari Imam Bukhari

Nama Imam Bukhari bukanlah nama yang asing bagi kita. Seorang ulama ahli hadits yang mendapat julukan Amirul Mukminin fil Hadits. Para ulama pun menyatakan bahwa kitabnya Shahih Bukhari adalah kitab yang paling sahih setelah al-Qur’an. Kemudian, setelah itu diikuti oleh kitab muridnya, yaitu kitab Shahih karya Imam Muslim. Semoga Allah merahmati mereka berdua.

Meskipun demikian, itu bukan berarti perjalanan hidup Sang Imam mulus begitu saja. Ada saja terpaan fitnah yang melanda beliau, bersama dengan kemuliaan dan kebesaran yang beliau miliki. Tatkala fitnah tentang aqidah/keyakinan bahwa al-Qur’an makhluk telah disalahalamatkan kepada beliau oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab. Padahal, keyakinan al-Qur’an makhluk merupakan keyakinan sekte sesat yang amat terkenal di masa itu, yaitu Jahmiyah!
Pengantar Sebelum Menyimak Kisah Beliau
al-Qur’an adalah kalam/ucapan Allah. Ini sudah jelas. Akan tetapi, bolehkah kita katakan bahwa pelafalan al-Qur’an itu makhluk, atau bukan makhluk, atau harus diam dalam persoalan ini?!

Jawaban yang lebih tepat, memberikan hukum umum dalam permasalahan ini, yaitu dengan serta merta menolak atau menerima pernyataan ‘pelafalan al-Qur’an adalah makhluk’ adalah tidak tepat. Sebab hal ini harus dirinci terlebih dahulu. Jika yang dimaksud dengan pelafalan itu adalah perbuatan (fi’il) mengucapkannya yang hal itu termasuk perbuatan hamba maka jelas ini adalah makhluk. Karena hamba beserta perbuatannya adalah makhluk. Namun, apabila yang dimaksud dengan pelafalan itu adalah ucapan yang dilafalkan (maf’ul) maka itu adalah kalam/ucapan Allah dan bukan makhluk. Karena kalam Allah merupakan salah satu sifat-Nya, sedangkan sifat-Nya bukan makhluk.
Perincian semacam ini telah diisyaratkan oleh Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan,“Barangsiapa yang berpendapat bahwa lafalku dalam membaca al-Qur’an adalah makhluk dan yang dia maksud dengannya adalah al-Qur’an maka dia adalah penganut paham Jahmiyah.”Perkataan Imam Ahmad ‘dan yang dia maksud adalah al-Qur’an’ menunjukkan bahwa apabila yang dia maksudkan bukanlah al-Qur’an akan tetapi perbuatan melafalkan yang ini merupakan perbuatan manusia, maka orang yang mengucapkannya tidak bisa dicap sebagai penganut paham Jahmiyah.
(Diambil dari Fathu Rabbil Bariyyah hal. 70 cet. Dar Ibnul Jauzi).
Fitnah Yang Menimpa Sang Imam

Pada tahun 205 H, Imam Bukhari datang ke Naisabur. Beliau menetap di sana selama beberapa waktu dan terus beraktifitas mengajarkan hadits. Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli -tokoh ulama di kota itu dan juga salah satu guru Imam Bukhari- mengatakan kepada murid-muridnya, “Pergilah kalian kepada lelaki salih dan berilmu ini, supaya kalian bisa mendengar ilmu darinya.” Setelah itu, orang-orang pun berduyun-duyun mendatangi majelis Imam Bukhari untuk mendengar hadits darinya. Sampai, suatu ketika muncul ‘masalah’ di majelis Muhammad bin Yahya, dimana orang-orang yang semula mendengar hadits di majelisnya berpindah ke majelisnya Imam Bukhari.
Sebenarnya, sejak awal, Imam adz-Dzuhli tidak menghendaki terjadinya masalah antara dirinya dengan Imam Bukhari, semoga Allah merahmati mereka berdua. Beliau pernah berpesan kepada murid-muridnya, “Janganlah kalian tanyakan kepadanya mengenai masalah al-Kalam (keyakinan tentang al-Qur’an kalamullah, pent). Karena seandainya dia memberikan jawaban yang berbeda dengan apa yang kita anut pastilah akan terjadi masalah antara kami dengan beliau, yang hal itu tentu akan mengakibatkan setiap Nashibi (pencela ahli bait), Rafidhi (syi’ah), Jahmi, dan penganut Murji’ah di Khurasan ini menjadi mengolok-olok kita semua.”

Ahmad bin ‘Adi menuturkan kisah dari guru-gurunya, bahwa kehadiran Imam Bukhari di kota itu membuat sebagian guru yang ada di masa itu merasa hasad/dengki terhadap beliau. Mereka menuduh  Bukhari berpendapat bahwa al-Qur’an yang dilafalkan adalah makhluk. Suatu ketika muncullah orang yang menanyakan kepada beliau mengenai masalah melafalkan al-Qur’an. Orang itu berkata, “Wahai Abu Abdillah, apa pandanganmu mengenai melafalkan al-Qur’an; apakah ia makhluk atau bukan makhluk?”. Setelah mendengar pertanyaan itu, Bukhari berpaling dan tidak mau menjawab sampai tiga kali pertanyaan. Orang itu pun memaksa, dan pada akhirnya Bukhari menjawab,“al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk. Sementara perbuatan hamba adalah makhluk. Dan menguji seseorang dengan pertanyaan semacam ini adalah bid’ah.” Yang menjadi sumber masalah adalah tatkala orang itu secara gegabah menyimpulkan, “Kalau begitu, dia -Imam Bukhari- berpendapat bahwa al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.” Dalam riwayat lain, Bukhari menjawab, “Perbuatan kita adalah makhluk. Sedangkan lafal kita termasuk perbuatan kita.” Hal itu menimbulkan berbagai persepsi di antara hadirin. Ada yang mengatakan, “Kalau begitu al-Qur’an yang saya lafalkan adalah makhluk.” Sebagian yang lain membantah, “Beliau tidak mengatakan demikian.” Akhirnya, timbullah kesimpang-siuran dan kesalahpahaman di antara para hadirin.
Tatkala kabar yang tidak jelas ini sampai ke telinga adz-Dzuhli, beliau pun berkata, “al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Barangsiapa yang menganggap bahwa al-Qur’an yang saya lafalkan adalah makhluk -padahal Imam Bukhari tidak menyatakan demikian, pent- maka dia adalah mubtadi’/ahli bid’ah. Tidak boleh bermajelis kepadanya, tidak boleh berbicara dengannya. Barangsiapa setelah ini pergi kepada Muhammad bin Isma’il -yaitu Imam Bukhari- maka curigailah dia. Karena tidaklah ikut menghadiri majelisnya kecuali orang yang sepaham dengannya.”
Semenjak munculnya ketegangan di antara adz-Dzuhli dan Bukhari ini maka orang-orang pun bubar  meninggalkan majelis Imam Bukhari kecuali Muslim bin Hajjaj -Imam Muslim- dan Ahmad bin Salamah. Saking kerasnya permasalahan ini sampai-sampai Imam adz-Dzuhli menyatakan,“Ketahuilah, barangsiapa yang ikut berpandangan tentang lafal -sebagaimana Bukhari, pent- maka tidak halal hadir dalam majelis kami.” Mendengar hal itu, Imam Muslim mengambil selendangnya dan meletakkannya di atas imamah/penutup kepala yang dikenakannya, lalu beliau berdiri di hadapan orang banyak meninggalkan beliau dan dikirimkannya semua catatan riwayat yang ditulisnya dari Imam adz-Dzuhli di atas punggung seekor onta. Ada sebuah pelajaran berharga dari Imam Muslim dalam menyikapi persengketaan yang terjadi diantara kedua imam ini. al-Hafizh Ibnu Hajarrahimahullah berkata, “Muslim telah bersikap adil tatkala dia tidak menuturkan hadits di dalam kitabnya -Shahih Muslim-, tidak dari yang ini -Bukhari- maupun yang itu -adz-Dzuhli-.”
Pada akhirnya, Imam Bukhari pun memutuskan untuk meninggalkan Naisabur demi menjaga keutuhan umat dan menjauhkan diri dari gejolak fitnah. Beliau menyerahkan segala urusannya kepada Allah. Allah lah Yang Maha mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya. Sebab beliau tidaklah menyimpan ambisi kedudukan maupun kepemimpinan sama sekali. Imam Bukhari berlepas diri dari tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang hasad kepadanya. Suatu saat, Muhammad bin Nashr al-Marruzi menceritakan: Aku mendengar dia -Bukhari- mengatakan, “Barangsiapa yang mendakwakan aku berpandangan bahwa al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk, sesungguhnya dia adalah pendusta. Sesungguhnya aku tidak berpendapat seperti itu.”

Abu Amr Ahmad bin Nashr berusaha menelusuri permasalahan ini kepada Imam Bukhari. Dia berkata,“Wahai Abu Abdillah, di sana ada orang-orang yang membawa berita tentang dirimu bahwasanya kamu berpendapat al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk.” Maka Imam Bukhari menjawab,“Wahai Abu Amr, hafalkanlah ucapanku ini; Siapa pun diantara penduduk Naisabur dan negeri-negeri yang lain yang mendakwakan bahwa aku berpendapat al-Qur’an yang aku lafalkan adalah makhluk maka dia adalah pendusta. Sesungguhnya aku tidak pernah mengatakan hal itu. Yang aku katakan adalah perbuatan hamba adalah makhluk.”
(Kisah ini disusun ulang dari Hadyu as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, hal. 658-659)

Abdullah anak Imam Ahmad berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku rahimahullah. Aku berkata, “Apa pendapatmu mengenai orang yang mengatakan bahwa tilawah adalah makhluk dan lafal kita dengan al-Qur’an adalah makhluk, sedangkan al-Qur’an adalah kalamullah dan bukan makhluk? Apa pendapatmu tentang sikap menjauhi orang seperti ini? Apakah dia layak disebut sebagai ahli bid’ah?”. Beliau menjawab, “Orang semacam ini semestinya dijauhi. Itu adalah ucapan ahli bid’ah. Dan itu merupakan perkataan kaum Jahmiyah.” (lihat as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, no. 178). Abdullah juga mengatakan, “Aku mendengar ayahku rahimahullah berkata: Barangsiapa yang mengatakan bahwa lafalku dengan al-Qur’an adalah makhluk maka dia adalah penganut Jahmiyah.” (lihat as-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, no. 180)
Ketika membahas tentang biografi sekilas Imam Bukhari di dalam kitabnya Jarh wa Ta’dilAbdurrahman bin Abi Hatim rahimahullah berkata, “Ayahku -Abu Hatim- dan Abu Zur’ah mendengar hadits darinya. Kemudian mereka berdua meninggalkan haditsnya, yaitu ketika Muhammad bin Yahya an-Naisaburi mengirimkan surat kepada mereka berdua yang menceritakan bahwasanya di daerah mereka -Naisabur- dia menampakkan pemahaman bahwa lafalnya dengan al-Qur’an adalah makhluk.” (lihat al-Jarh wa at-Ta’dil VII/191).
Imam adz-Dzahabi rahimahullah telah membantah perkataan ini dalam kitabnya Siyar A’lam an-Nubala’. Beliau berkata, “Apabila mereka berdua meninggalkan haditsnya, ataupun tidak meninggalkannya, maka Bukhari tetap saja seorang yang tsiqah/terpercaya, kredibel, dan riwayatnya dijadikan hujjah di seluruh penjuru dunia.” (lihat Dhawabith al-Jarh wa at-Ta’dil ‘inda al-Hafizh adz-Dzahabi II/633 risalah magister karya Abu Abdirrahman Muhammad ats-Tsani)
Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa jarh/celaan dari sebagian ulama yang ditujukan kepada Imam Bukhari tidak bisa diterima. Imam Ahmad  rahimahullah berkata, “Setiap orang yang telah terbukti kuat keadilan/kredibilitasnya maka tidak boleh diterima tajrih/celaan kepada dirinya dari siapa pun hingga perkara itu diterangkan kepadanya sampai pada suatu keadaan yang tidak ada lagi kemungkinan yang lain kecuali memang harus menjatuhkan jarh/celaan kepadanya.” (lihatDhawabith al-Jarh wa at-Ta’dil ‘inda al-Hafizh adz-Dzahabi II/634)

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Jumat, 20 Juli 2012

Fenonema Facebook (Rugi Jika Tak Baca)

HATI HATI TULIS STATUS MULUTMU HARIMAUMU
STATUSMU DAN INBOXMU DICATAT OLEH MALAIKAT
“INGATLAH JIKA PERBUATAN DAN HATI AKAN DIHISAB DI AQHIRAT NANTI” [ 21:1]
Tanpa kita sadari, setan menggangu kita melalui situs ini. Jika kita tidak berhati-hati dan koreksi diri kita dapat terjerumus dalam berbagai dosa & maksiat. Demi Masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Ketika perpecahan keluarga menjadi tontonan yang ditunggu dalam sebuah episode infotainment setiap hari.
Ketika aib seseorang ditunggu-tunggu ribuan mata bahkan jutaan dalam berita-berita media massa.
Ketika seorang celebritis dengan bangga menjadikan kehamilannya di luar pernikahan yang sah sebagai ajang sensasi setan yang ditunggu-tunggu …’siapa calon bapak si jabang bayi?’
Ada kabar yang lebih menghebohkan, lagi-lagi seorang celebritis yang belum resmi berpisah dengan suaminya, tanpa rasa malu berlibur, berjalan bersama pria lain, dan dengan mudahnya mengolok-olok suaminya.
Wuiih……mungkin kita bisa berkata ya wajarlah artis, kehidupannya ya seperti itu, penuh sensasi. Kalau perlu dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi, aktivitasnya diberitakan dan dinikmati oleh publik.
Wuiiih……ternyata sekarang bukan hanya artis yang bisa seperti itu, sadar atau tidak, ribuan orang sekarang sedang menikmati aktivitasnya, apapun, diketahui orang , dikomentarin orang bahkan mohon maaf ….’dilecehkan’ orang, dan herannya perasaan yang didapat adalah kesenangan.
Fenomena itu bernama facebook , setiap saat para facebooker meng update statusnya agar bisa dinikmati dan dikomentarin lainnya. Lupa atau sengaja hal-hal yang semestinya menjadi konsumsi internal keluarga, menjadi kebanggaan di statusnya. Lihat saja beberapa status facebook :
Seorang wanita menuliskan “Hujan-hujan malam-malam sendirian, enaknya ngapain ya…..?” —— kemudian puluhan komen bermunculan dari lelaki dan perempuan, bahkan seorang lelaki temannya menuliskan “Mau ditemanin? Dijamin puas deh…”
Seorang wanita lainnya menuliskan “Bangun tidur, badan sakit semua, biasa….habis malam jumat ya begini…” kemudian komen2 nakal bermunculan…
Ada yang menulis “ bete nih di rumah terus, mana misua jauh lagi…. ”, —-kemudian komen2 pelecehan bermunculan.
Ada pula yang komen di wall temannya “ eeeh ini si anu ya …., yang dulu dekat dengan si itu khan? Aduuh dicariin tuh sama si itu….” —-lupa klu si anu sudah punya suami dan anak-anak yang manis.
Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya “habis minum jamu nih…., ada yang mau menerima tantangan ? ’—-langsung berpuluh2 komen datang.
Ada yang hanya menuliskan, “lagi bokek, kagak punya duit…”
Ada juga yang nulis “ mau tidur nih, panas banget…bakal tidur pake dalaman lagi nih ” .
Dan ribuan status-status yang numpang jahilliyah dan pengen ada komen-komen dari lainnya.
Dan itu sadar atau tidak sadar dinikmati oleh indera kita, mata kita, telinga kita, bahkan pikiran kita.
Ada yang lebih kejam dari sekedar status facebook, dan herannya seakan hilang rasa empati dan sensitifitas dari tiap diri terhadap hal-hal yang semestinya di tutup dan tidak perlu di tampilkan.
Seorang wanita dengan nada guyon mengomentarin foto yang baru sj di upload di albumnya, foto-foto saat SMA dulu setelah berolah raga memakai kaos dan celana pendek…..padahal sebagian besar yg di dalam foto tersebut sudah berjilbab
Ada seorang karyawati mengupload foto temannya yang sekarang sudah berubah dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan islami, foto saat dulu jahiliyah bersama teman2 prianya bergandengan dengan ceria….
Ada pula seorang pria meng upload foto seorang wanita mantan kekasihnya dulu yang sedang dalam kondisi sangat seronok padahal kini sang wanita telah berkeluarga dan hidup dengan tenang.
Rasanya hilang apa yang diajarkan seseorang yang sangat dicintai Allah…., yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah kepada umatnya. Seseorang yang sangat menjaga kemuliaan dirinya dan keluarganya . Ingatkah ketika Rasulullah bertanya pada Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“ Wahai Aisyah apa yang dapat saya makan pagi ini?” maka Istri tercinta, sang Humairah, sang pipi merah Aisyah menjawab, “ Rasul, kekasih hatiku, sesungguhnya tidak ada yang dapat kita makan pagi ini”. Rasul dengan senyum teduhnya berkata, “Baiklah Aisyah, aku berpuasa hari ini”. Tidak perlu orang tahu bahwa tidak ada makanan di rumah rasulullah….
Ingatlah Abdurahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu mengikuti Rasulullah berhijrah dari mekah ke madinah, ketika saudaranya menawarkannya sebagian hartanya, dan sebagian rumahnya, maka abdurahman bin auf mengatakan, tunjukan saja saya pasar. Kekurangannya tidak membuat beliau kehilangan kemuliaan hidupnya. Bahwasanya kehormatan menjadi salah satu indikator keimanan seseorang, sebagaimana Rasulullah, bersabda, “Malu itu sebahagian dari iman”. (Bukhari dan Muslim).
Dan fenomena di atas menjadi Tanda Besar buat kita umat Islam, hegemoni ‘kesenangan semu’ dan dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’ ditampilkan dengan mudahnya celoteh dan status dalam facebook yang melindas semua tata krama tentang malu, tentang menjaga Kehormatan Diri dan keluarga .
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan dengan sindiran keras kepada kita
“Apabila kamu tidak malu maka perbuatlah apa yang kamu mau.” (Bukhari).
Arogansi kesenangan semakin menjadi-jadi dengan tanpa merasa bersalah mengungkit kembali aib-aib masa lalu melalui foto-foto yang tidak bermartabat yang semestinya dibuang saja atau disimpan rapat.
Bagi mereka para wanita yang menemukan jati dirinya, dibukakan cahayanya oleh Allah sehingga saat di masa lalu jauh dari Allah kemudian ter inqilabiyah – tershibghoh, tercelup dan terwarnai cahaya ilahiyah, hatinya teriris melihat masa lalunya dibuka dengan penuh senyuman, oleh orang yang mengaku sebagai teman, sebagai sahabat.
Maka jagalah kehormatan diri, jangan tampakkan lagi aib-aib masa lalu, mudah-mudahan Allah menjaga aib-aib kita.
Maka jagalah kehormatan diri kita, simpan rapat keluh kesah kita, simpan rapat aib-aib diri, jangan bebaskan ‘kesenangan’, ‘gurauan’ membuat Iffah kita luntur tak berbekas.
catatan
***” Iffah (bisa berarti martabat/kehormatan) adalah bahasa yang lebih akrab untuk menyatakan upaya penjagaan diri ini. Iffah sendiri memiliki makna usaha memelihara dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal, makruh dan tercela.”
Beberapa orang sering dgn mudahnya meng-up date status mereka dgn kata-kata yg tidak jelas” entah apa tujuannya selain untuk numpang beken, cari perhatian dan pengin ada komen-komen dari lainnya”.
> Dingin . . .
> B.E.T.E. . . .
> Capek
> Puanass buaget neh !
> Arghhh .. . !!!!
> Gile tuh org !
> . . .
> Aku masih menanti . . .
etc….
_______________________________________________#
Mohon kiranya untuk men-tag ataupun men-sharing artikel ini dengan orang yang Anda kasihi demi kebaikan kita bersama.
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”( HR Muslim)
Apabila ada kebaikan dalam catatan ini, maka sebaiknya mari kita SEBARKAN untuk dibaca oleh orang yg kita cintai
“Orang yang menyeru (menyuruh/menasehatkan) kepada kebaikan akan memperoleh pahala seperti orang yang mengamalkan seruannya, tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan sedikitpun. Sebaliknya, orang yang menyeru kejahatan akan mendapatkan dosa seperti orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi dosa orang yang mengamalkannya sedikitpun.” (HR. Muslim)
(M. H. Anggana Deh)